"Too Holy To Fail"

25 Januari, 2009

Beberapa waktu yang lalu, seorang rekan dekat berkeluh kesah karena nilai investasinya di salah satu reksadana syariah turun cukup besar. Dia tidak abis mengerti, bukankah seharusnya investasi syariah memiliki kinerja lebih baik dari investasi konvensional, dan dengan resiko lebih rendah. Sebelumnya rekan yang lain juga pernah berkomentar heran ketika mengetahui tingkat NPL (non-performing loan) di salah satu bank syariah ternyata cukup tinggi. "Seharusnya bank syariah tidak boleh rugi karena sudah menerapkan sistem keuangan yang Ilahiah," ujarnya. Saya cuma tersenyum sambil bertanya,"emang istilah rugi tidak ada di kamus keuangan syariah?"

Untung dan rugi adalah hasil yang ditentukan oleh perpaduan antara usaha dan kerja keras manusia dalam suatu transaksi bisnis plus ketentuan Allah SWT terhadapnya. Sekalipun, seorang muslim memulai usaha dengan niat benar, bertransaksi sesuai syariah dan bekerja keras, bukan berarti tak mungkin rugi. Bahkan saya yakin Rasulullah SAW pun pernah merugi secara finansial dalam perniagaannya.

Pertanyaannya, jika ternyata merugi, apakah kita akan berhenti berbisnis secara syariah. Bagi penulis, justru itulah kerugian yang sejati. Rugi di mata manusia belum tentu di mata Allah SWT. Dengan bertransaksi secara syariah, manusia itu sudah beruntung di mata Allah. Tentu akan lebih bagus lagi jika usaha itu juga untung secara duniawi.

Sebenarnya prinsip syariah telah mengantarkan setengah keberhasilan untuk suatu transaksi. Tapi, adalah sunatullah ketika usaha (peluang dan resiko) tidak dikelola dengan baik maka potensi kerugian juga makin besar. Jadi jika itu sunatullah, haruskah kita masih berkeyakinan bahwa syariah itu "too holy to fail"? Berhentilah hanya membandingkan kinerja return syariah dengan konvensional. Pilih syariah karena memang sistem itu lah yang paling menguntungkan bagi kita di mata Allah. Kemudian, jadilah profesional dalam setiap usaha agar untung versi dunia juga bisa diraih. Bukan begitu bukan ??

0 komentar: