Tahun Baru 1430 H dan Surat Terbuka untuk Presiden AS

25 Januari, 2009

Selamat tahun baru 1430 H. Tersimpan harapan bahwa tahun depan, akan membawa kita ke level keimanan yang lebih baik dari tahun lalu. Begitu pula dengan sistem ekonomi syariah, semoga makin berjaya dalam memberi kemaslahatan bagi semua.

Doa di awal tahun baru ini juga patut kita panjatkan untuk keselamatan saudara-saudara kita yang sedang diserang pasukan Israel "the real terorist" sehingga ratusan anak-anak, wanita dan mahasiswa turut menjadi korban keganasannya.

Bersama posting ini penulis mengutip surat terbuka untuk Obama, dari seorang ibu yang sedang menanti kelahiran putranya dan pernah berharap terpilihnya Obama akan membuat perubahan yang lebih baik atas penanganan konflik Timur Tengah.

======

Dear Mr. President,

You may not ever read this letter, but I hope you will someday.

This letter is written on a Monday morning, end of 2008, which happens to be the day of the Islamic New Year. It is also the day when I learned that only a few hours ago the Israelis had just attacked the Islamic University in Gaza.

As I watch the atrocities flash by on the TV screen, I can’t help of being reminded of another day not so long time ago, when I sat wide-eyed watching your victory speech. Mind you, I am not an American citizen, but I am one of the millions of the world citizens who cheered for you because we thought that you stood for change, for hope. Well I guess I am now one of the millions who are deeply, deeply disappointed.

You promised to fight those who would tear the world down and support those who seek peace and security. Are those just empty words, Mr. President? Because what I see is you have been silent when close to 300 people have been massacred in the span of just two days. At least five of them are children, little girls like Malia and Sasha. Is this the kind of world that you would want for your daughters? I’d feel ashamed of myself if I were you for not doing anything regarding this injustice.

Our paths may never cross, Mr. President. But I believe—as I’m sure you do too—in a Just God who sees all. He has seen you made that speech, and shall judge whether it was just an empty promise. And when that day comes, your little “ally in the Middle East” will be no help to you.

I dedicate my prayers today to the people of Palestine. I hope someday justice and peace will prevail in this world. Will Barack Hussein Obama plays a part in it, I highly doubt.

Yours Sincerely,

A mother-to-be

Link asli: http://efernanda.wordpress.com/

Lho Koq Gitu Sich! : KPA Bank Syariah Lebih Mahal dari Konvensional (Bagian-2)

Si teman kemudian menanyakan pada AO bank "X" Syariah, mengapa KPA syariah lebih mahal dari konvensional. Si AO menjelaskan bahwa krisis keuangan saat ini menyebabkan perkembangan tingkat suku bunga sulit diprediksi ... sementara owner dan pendana mereka adalah bank konvensional dan kebanyakan investor yang menghendaki kinerja mengacu pada tingkat suku bunga pasar.

Karena akad KPA syariah adalah murabahah yang menetapkan biaya (margin) fixed sepanjang masa pembiayaan, mereka mesti menambahkan % tambahan di atas suku bunga pasar saat ini untuk mengantisipasi resiko fluktuasi tingkat suku bunga. Jadilah KPA syariah lebih mahal dari KPA konvensional. Jumlah dana mereka yang terbatas (NB: total asset bank syariah ssat ini baru 2,5% dari perbankan nasional - target BI seharusnya 5%) membuat proses dan persyaratan pembiayaannyapun jadi lebih ketat, termasuk dengan mengurangi maksimal tenornya.

Wah.. wah.. wah... Ternyata masih banyak PR untuk bank syariah. Dari penjelasan si AO, kita bisa ambil kesimpulan, bank syariah masih dipengaruhi langsung oleh dinamika keuangan konvensional (baca: Bunga). Ini tidak seharusnya terjadi...

Proses transaksi di perbankan syariah, insya Allah sudah syariah. Masyarakat tidak usah khawatir, dana mereka tercampur riba. Ada fatwa dan aturan teknis yang mengikat. Ada Dewan Pengawas juga yang memonitor proses agar tetap comply dengan prinsip syariah. Namun sepanjang bank syariah (termasuk lembaga keuangan syariah lainnya) masih berada di dalam domain konvensional, maka tidak salah bila bank syariah selalu berada dalam posisi tidak menguntungkan.

Idealnya tujuan dari perbankan syariah, bukan hanya menjamin kesyariahan transaksi tapi juga memberikan manfaat (maslahat) ekonomi sebesar-besarnya bagi stakeholders dan masyarakat luas. Sudah seharusnya perbankan syariah lepas dari bayang-bayang keuangan konvensional. Alih-alih pendanaan dari investor abu-abu (berminat syariah namun selalu mematok kinerja relatif terhadap suku bunga pasar), bank syariah seharusnya mencari pendanaan terutama dari investor "murni syariah". Bagi investor abu-abu, perbankan syariah hanyalah suatu instrumen pelengkap. Dari pada tidak mencoba atau tidak punya. Namun bagi investor "murni syariah", lembaga keuangan syariah adalah keniscayaan untuk dipilih. Apapun yang terjadi di keuangan konvensional tidak langsung (kalau tidak bisa dibilang sama sekali tidak) berpengaruh padanya. Krisis keuangan konvensional tidak akan membuat mereka keluar dari gelanggang syariah...

Memang tidak mungkin menolak sama sekali investor abu-abu ini. Niat dan motivasi seseorang kan hanya Allah yang tahu. Yang perlu dilakukan adalah membuat suatu aturan khusus yang akan membuat investor abu-abu harus turut aturan "murni syariah". Jadi paling tidak membersihkan keabu-abuan mereka meski tidak jadi murni sama sekali.

Susah di saat sekarang ini??? Memanggg........ Tapi harus diprogram agar syariah bisa keluar dari domain konvensional.

Bagi kami konsep perbankan yang multifunction seperti saat ini sebenarnya tidak ideal bagi keuangan syariah. Perbankan syariah yang saat ini melakukan semua aktifitas mulai dari jasa tabungan, pengiriman dana, deposito (investasi), gadai, pembiayaan, valas dll membuat mereka tidak fokus. Ada baiknya kembali berkaca pada praktek keuangan syariah di masa lalu. Seperti contoh, BMT adalah lembaga yang hanya fokus pada pembiayaan. Pendanaan mereka diusahakan pihak lain yang murni syariah dan juga fokus. Sehingga menurut kami, lembaga keuangan syariah idealnya terdiri dari lembaga pembiayaan (mudharabah houses/BMT); lembaga simpanan, jasa pengiriman dana, jasa penukaran uang (wadiah, wakalah dan sharf houses); lembaga investasi syariah (reksadana syariah dengan cakupan diperluas) dan lembaga pegadaian syariah. Dengan lembaga-lembaga yang fokus ini, diharapkan sistem keuangan syariah bisa lebih produktif dan efisien.

Anyway, mungkin format di atas masih perlu waktu untuk bisa diterapkan. Yang jelas tantangan saat ini, perbankan syariah harus mandiri dan keluar dari domain keuangan konvensional. Sehingga perbankan syariah bukan hanya menjamin kesyariahan bertransaksi tapi juga memberi maslahat ekonomi bagi umat. Ayo Bank Syariah........ You can do it!!!!!

Lho Koq Gitu Sich! : KPA Bank Syariah Lebih Mahal dari Konvensional (Bagian-1)

Seorang teman baru saja memesan sebuah unit rusunami di kawasan Jakarta Selatan. Karena pendapatannya yang "cukupan", iapun memilih untuk membelinya melalui KPA (kredit kepemilikan apartemen) perbankan. Dengan mantap ia memilih Bank "X" Syariah untuk pembiayaan KPAnya dengan tenor 15 tahun. Maklum, ghiroh kesyariahannya lagi "mekar" sejak selesai mengikuti pelatihan keuangan syariah di kantornya. Saat itu, marketing rusunami memberitahu bahwa bunga bank konvensional dan cost murabahah syariah relatif tidak jauh berbeda, meskipun naik dari bulan-bulan biasa.

Cicilan DPpun ia siapkan dengan susah payah. Semua persyaratan administrasi kredit ia lengkapi. Selang beberapa waktu setelah itu, diapun diinterview oleh AO bank "X" Syariah. Setelah dianalisa kemampuan bayarnya, admin Bank mengabari bahwa KPAnya disetujui. Namun karena dampak krisis keuangan global (baca "the US subprime mortgage crisis") , persetujuannya hanya untuk tenor 10 tahun dan dengan cost pembiayaan naik hampir 40% dari yang disampaikan marketing rusunami. Alangkah kagetnya si teman. Meskipun diapprove beban pengeluarannya nanti akan menjadi lebih berat dari rencana awal. AO Bank syariahpun mengisyaratkan bahwa dia tak harus buru-buru membuat akad (kontrak) dengan bank. Ditunda saja, siapa tahu bulan depan costnya lebih murah.

Sebulan setelah itu, admin kredit bank "X" syariah kembali menghubunginya. Namun bukan membawa berita lebih baik. Dengan berat hari, si Admin mengabarkan bahwa permohonan kredit si teman sekarang ditolak. Krisis keuangan global yang belum membaik, membuat bank tersebut sekarang hanya boleh membiayai KPA dengan tenor maksimal 5 tahun. Akibatnya, income si teman dianggap tidak cukup aman untuk membayar cicilan pokok dan margin bulanan yang sekarang jumlahnya jauh lebih besar. AO Bank akhirnya menyarankan agar ia mengambil KPA konvensional saja dulu dengan cost (bunga) 5% lebih murah dan tenor bisa sampai 15 tahun. Nanti kalo cost murabahah sudah normal, baru direfinance ke syariah.

Si teman cuma mengelus dada. Memang begitulah keadaannya. Akhirnya ia menerima saran si AO. Karena darurat, terpaksa meriba dulu. Hanya saja ada yang menggantung dipikirannya. Kok, KPA bank syariah jadi lebih mahal dari bank konvensional. Bukankah krisis keuangan yang terjadi di dunia saat ini adalah krisis keuangan konvensional, bukan krisis keuangan syariah?

(NB: Kejadian berlangsung periode September - Desember 2008)

"Too Holy To Fail"

Beberapa waktu yang lalu, seorang rekan dekat berkeluh kesah karena nilai investasinya di salah satu reksadana syariah turun cukup besar. Dia tidak abis mengerti, bukankah seharusnya investasi syariah memiliki kinerja lebih baik dari investasi konvensional, dan dengan resiko lebih rendah. Sebelumnya rekan yang lain juga pernah berkomentar heran ketika mengetahui tingkat NPL (non-performing loan) di salah satu bank syariah ternyata cukup tinggi. "Seharusnya bank syariah tidak boleh rugi karena sudah menerapkan sistem keuangan yang Ilahiah," ujarnya. Saya cuma tersenyum sambil bertanya,"emang istilah rugi tidak ada di kamus keuangan syariah?"

Untung dan rugi adalah hasil yang ditentukan oleh perpaduan antara usaha dan kerja keras manusia dalam suatu transaksi bisnis plus ketentuan Allah SWT terhadapnya. Sekalipun, seorang muslim memulai usaha dengan niat benar, bertransaksi sesuai syariah dan bekerja keras, bukan berarti tak mungkin rugi. Bahkan saya yakin Rasulullah SAW pun pernah merugi secara finansial dalam perniagaannya.

Pertanyaannya, jika ternyata merugi, apakah kita akan berhenti berbisnis secara syariah. Bagi penulis, justru itulah kerugian yang sejati. Rugi di mata manusia belum tentu di mata Allah SWT. Dengan bertransaksi secara syariah, manusia itu sudah beruntung di mata Allah. Tentu akan lebih bagus lagi jika usaha itu juga untung secara duniawi.

Sebenarnya prinsip syariah telah mengantarkan setengah keberhasilan untuk suatu transaksi. Tapi, adalah sunatullah ketika usaha (peluang dan resiko) tidak dikelola dengan baik maka potensi kerugian juga makin besar. Jadi jika itu sunatullah, haruskah kita masih berkeyakinan bahwa syariah itu "too holy to fail"? Berhentilah hanya membandingkan kinerja return syariah dengan konvensional. Pilih syariah karena memang sistem itu lah yang paling menguntungkan bagi kita di mata Allah. Kemudian, jadilah profesional dalam setiap usaha agar untung versi dunia juga bisa diraih. Bukan begitu bukan ??

Iftitah

Assalaamualaikum. Dipenghujung tahun 2008 ini, penulis tergerak untuk membuat sebuah blog dengan judul kafe syariah. Namun demikian pengunjung tidak akan menemukan suguhan aneka kopi, teh atau coklat panas di sini. Blog ini adalah obrolan santai seputar ekonomi syariah. Penulis mengajak teman-teman blogger turut berpartisipasi mengisi comment. Terakhir penulis berharap blog ini dapat berkontribusi sekalipun kecil pada perkembangan ekonomi syariah di tanah air.